Kamis, 19 Mei 2011

Adrie Subono

siapa yang tidak kenal Adrie Subono, promotor yang sering memboyong artis level internasional ke tanah air. Ia menjadi promotor sukses yang paling diprhitungkan di Indonesia. namaun kesuksesannya menjadi promotor konser musik tidak lepas dari perjuangannya mempelajari bagaimana agar konser dapat berjalan aman dan lancar.

Lima belas tahun lalu, orang hanya akan menyeringai saat ia mengatakan hendak bekerja sebagai promoter. “Lo mau ngapain tar, jaga kotak tiket?” ucap Adrie mengenang pertanyaan yang dulu pernah dilontarkan kepadanya.

Tapi toh ayah tiga orang anak ini memiliki pandangan lain. Ia melihat peluang yang besar di dunia promoter. Menurutnya, pekerjaan yang digelutinya itu jenis pekerjaan yang tidak ada matinya karena artis tidak akan pernah habis, mereka akan terus bermunculan. Adrie bahkan berani menantang, “Anda pasti takkan bisa bisa membantah pernyataan saya bahwa artis tidak akan habis.”

Maka dengan mempertimbangkan hal itu, Adrie berani banting setir 1994 lalu. Sebelumnya ia telah bekerja di bisnis perkapalan selama 20 tahun. Ia mengaku menikmati semua pekerjaan, namun musiklah yang paling ia sukai. Adrie sangat heran melihat artis-artis mancanegara yang hanya manggung di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Pada tahun yang sama, dulu konser hanya ada sekali dalam setahun atau tiga tahun.

Tanpa berbekal pengetahuan yang cukup tentang dunia promoter, Adrie bisa dibilang bermodalkan tekad dan nekat. Saat itu, belum ada sekolah yang mengajarkan tentang cara menjadi promoter dan buku-buku tentang itu juga minim. Sekalipun ada buku dari luar negeri, kondisi negara yang berbeda membuat tantangan yang dihadapi sebenarnya jauh berbeda.

Kalau Anda bertanya-tanya tentang konser pertama yang diurusnya, gagal adalah kata yang Adrie gunakan untuk menjelaskan pengalaman awanya dulu. Ia menjelaskan bahwa saat itu ia memilih menggelar konser di Jakarta Convention Center yang ongkos sewanya tentu saja mahal. Konser pertamanya itu membuatnya menderita kerugian cukup besar.

”Ini mencari nafkah, semua harus diperhitungkan. Waktu itu gagal tapi kegagalan itu diperlukan sampai seorang Adrie Subono pun tahu apa itu dunia promotor,” ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa salah besar jika orang beranggapan menjadi promoter harus dimulai dengan kepemilikan uang yang banyak. Saat memutuskan untuk menjadi promoter kita harus sesuaikan dengan keuangan yang ada. Bisa diawali dari yang kecil, bahkan di cafe dengan kapasitas terbatas. Lalu bila sudah berbicara tentang artis yang mau didatangkan, artis juga harganya macam-macam.

Dalam mendefinisikan profesi promoter, ia berpendapat bahwa menjadi promoter konser musik itu tidak jauh berbeda dengan pekerjaan lain, baik sebagai pedagang maupun promoter tinju. Seorang petinju yang hendak bertanding tidak mungkin harus repot memasang ring tinjunya dan berbagai hal lainnya seorang diri. Perlu promoter untuk mengurusi semuanya. Hal yang sama juga dengan artis. Dalam istilah lainnya, promoter juga tak ubahnya tim kepanitiaan. Di situ celah untuk promoter bisa bekerja.

Berbicara tentang keahlian yang diperlukan seorang promoter, Adrie menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada yang terlalu khusus. “Yang perlu itu tanggung jawab, komitmen untuk mengurus artis dan ribuan penonton,” tuturnya.

Kalau Anda seorang pecinta musik dan berpikir bahwa menjadi promoter konser adalah tipe pekerjaan impian karena bisa menonton semua grup musik yang Anda sukai, ada baiknya kini mulai berpikir ulang. Adrie jarang sekali menonton pertunjukan yang ia urus. Dengan profesional dia akan berkata, “Saya dibayar untuk mengadakan konser itu bukan untuk menonton.” Maka bukan hal yang aneh jika saat konser berlangsung promoter kondang ini justru berada di kotak penjualan tiket atau di lantai atas untuk memastikan semua berlangsung lancar, aman, dan nyaman bagi penonton.

Seorang Adrie Subono bahkan justru lebih sering mendatangkan artis bukan karena ia tahu ataupun suka pada artis tersebut. Sebagai contoh, Westlife didatangkan berkali-kali bukan karena suka pada band asal Inggris tersebut melainkan karena ia tahu bahwa band itu bisa dijual.

“Saya tidak bekerja hari ini saja, tapi untuk yang akan datang,” ucapnya. Tampaknya, itulah dasar etos kerja yang membuatnya sukses. Berdasarkan pengalamannya, kini Adrie bisa dikejar-kejar artis yang meminta dibuatkan konser itu berkat kerja baik. Betapapun mahalnya seorang artis, seringkali uang bukan penentu saat tawar-menawar berlangsung. Ini karena artis dan tim manajemen mereka juga akan membaca rekam jejak kerja promoter.Dalam pekerjaan ini, itu mencakup semua hal dimulai dari penandatanganan kontrak, urusan peralatan yang diperlukan artis (production riders), dan berbagai keperluan artis lainnya (artist riders).

Bahkan saat memenuhi permintaan artis yang beraneka ragam, seorang promoter harus terus menghitung apakah nominal yang dikeluarkan masuk akal untuk selamat dari kerugian. Sebagai contoh, Adrie menolak memenuhi permintaan kliennya yang meminta sebotol sampanye seharga Rp 6 juta saat tahu minuman tersebut hanya akan digunakan untuk dikocok dan disiram ke penonton. Sebelumnya, Mariah Carey meminta empat botol jenis sampanye yang sama dan toh akhirnya tidak diminumnya. “Total 24 juta, itu kalau dipakai makan tahu Sumedang bisa buat sekampung,” selorohnya.

Jika Adrie Subono aktif menggunakan jejaring sosial twitter sejak Oktober tahun lalu, itu juga tidak terlepas dari keuntungan memotong ongkos produksi dalam profesinya. Dulu untuk tahu artis mana saja yang memiliki nilai jual yang tinggi bisa dilihat di toko CD tapi sekarang toko CD tidak laku karena orang-orang mengunduh musik di internet. Melalui twitter ia bisa melakukan direct selling.

“Semua yang baru dimulai pasti sulit, saya bisa begini setelah 15 tahun. Perlu diingat semua hal harus selalu diperhitungkan secara matang,”